Pada suatu hari kusempatkan bertanya pada sekelilingku,
apakah aku? Dan akupun pernah bertanya pada diriku sendiri, apakah aku termasuk
orang yang beruntung atau tidak? Pertanyaan itu sering kulontarkan dan belum
mendapat jawaban yang pasti. Kalian mau tau kenapa aku bertanya seperti ini.
Jelas aku bertanya seperti ini. Yah ku akui banyak yang
bilang aku cantik. Yah, iya aku akui aku merasa cantik. Aku syukuri itu. Lalu
banyak yang bilang aku pintar, iya aku juga merasa aku pintar karena sudah
terbukti tiap kenaikan kelas aku selalu juara kelas, lalu, juga banyak yang
bilang aku kaya, that’s right! Tak bisa kupungkiri papaku adalah seorang bos
sebuah perusahan besar di Bali, di tempat aku tinggal sekarang, tapi suatu
pernyataan yang aku tak suka keluar dari mulut orang sekelilingku bahwa hidupku
bahagia, setiap pernyataan yang keluar dari mulut orang-orang sekellingku aku
selalu menjawabnya dengan senyum, tapi tidak untuk statement yang
mengatakan bahwa hidup aku indah, itu salah besar hidupku tak seenak yang
mereka bayangkan, karena apa? Karena aku adalah seorang remaja broken home,
walaupun aku belum mengerti arti sesungguhnya dari broken home.
Kurasa mama dan papa tak lagi sayang kepadaku, hanya kakak
semata wayangku yang sangat aku sayangi yaitu Kak Savitri yang sangat
menyayangiku, tulus dari dalam hatinya. Walaupun Kak Savitri memilih
tinggal bersama mama di Jakarta karena Kak Savitri sedang menjalani
kuliahnya di Jakarta tepatnya di Universitas Indonesia. Aku memilih tinggal
bersama papa di Bali, setelah aku paham semua permasalahannya aku memilih papa
sebagai pegangan hidupku. Aku merasa sangat kesepian sangat sangat kesepian,
aku benci sama mama, aku benci, mama egois mama lebih memilih pekerjaan mama
dibanding aku, papa, dan kakak..
Aku termasuk anak yang aktif di sekolah aku adalah ketua
OSIS, aku punya sebuah band beraliran pop, aku sebagai vokalist dan
keyboardist, aku sadar papa telah memfasilitasi hidupku mulai aku dileskan
keyboard, piano, biola, sebagai penulis, dan banyak les-les lainnya. Dan papa
cukup memanjakanku.
“Ra, kamu kenapa? Nanti jadi latihan nge-band kan?” tanya
Zira aku beruntung punya sahabat sepertinya yang setia menemaniku, dan selalu
mensupportku.
“Aku nggak apa-apa, kok. Iya nanti latihannya di rumahku
saja yah, sepi dirumahku.”
“Baiklah,” sahutnya seraya pergi meninggalkan ku sendirian
dibawah pohon yang rindang.
Dirumah, aku langsung ke ruang audio, rumahku dilengkapi
ruang audio, karena papa tahu aku punya bakat di bidang musik. Dan aku
memainkan piano, lagu aku tak mau sendiri dari Bunga Citra Lestari sembari
bernyanyi, liriknya sangat menyentuh bagiku, dan aku mulai bernyanyi
Sejak ia pergi dari hidupku
Ku merasa sepi
Dia tinggalkan kusendiri disini
Tanpa suatu yang pasti
Aku tak tahu harus bagaimana
Aku merasa tiada berkawan
Selain dirimu
Selain cintamu
Kirim aku, malaikat-Mu (aku mulai berteriak, aku menghayati lagunya)
Biar jadi kawan hidupku
Dan tunjukkan jalan yang memang
Kau pilihkan untukku
Kirim aku malaikat-Mu
Karna ku sepi berada disini
Dan di dunia ini aku tak mau sendiri
Tanpa terasa kuteteskan air mata ini
Yang tiada berhenti mengiringi
Kisah di hati,
Dan aku menitikan air mata dan kemudian deras. Aku tak mampu
menekan tuts piano itu, aku tak kuasa, kurasakan derap langkah dari belakangku rupanya
papa, papa memelukku dengan erat dan aku juga merengkuhnya aku tak bisa
melepaskan pelukkan hangat dari papa aku menangis di bahu papa, hinga bajunya
pun basah. Papa berkata “Dear, I always here beside you, and I will not
leave you for forever, I love you uncoditionally. Althought mom not here but
I’m here dear. Always, I promise.”
Hatiku terperangah mendengar kata-kata papa aku
memeluk erat papa dan aku langsung membalas “I love you too, dad. I just miss
my mother, and my sister so badly, Dad” Papa mengusap air mataku yang berlinang
deras dan mencoba memeberhentikan tangisanku. Aku yakin pasti papa mengerti
perasaanku karena aku yakin papa merasakan hal yang sama.
“Permainan pianomu bagus sayang, bagus sekali, that’s
amazing, sebenarnya papa kesini untuk memberitahu berita bagus untukmu, tapi
papa mendengar permainan pianomu dan papa terpesona melihatnya.” puji papa
menghelus pipiku.
“Berita bagus, berita bagus apa, Pa? Cepat ucapkan!” seruku.
“Kak Savitri akan berlibur ke Bali besok Sayang!”
“Mama?” tanyaku
“Mama sibuk sayang, sangat sibuk dan mungkin hanya akan
menjemput Kak Savitri pulang nanti. Tapi, kamu tetap bisa bertemu mama sayang.”
“Well, I still happy.” Aku mengulas senyum.
Tak lama teman-temanku datang yang tadinya mau latihan
bersamaku, “Non Laira ada teman-temannya di depan, Non!” kata Bik Narsya.
“Yasudah, Bi, suruh masuk saja. Aku tunggu di ruang audio.”
“Ra, papa keluar yah, Don’t be sad again dear, Tomorrow
we’ll pick up Savitri at the airport.”
“I’ll be fine.” kataku meyakinkan.
Tak lama papa keluar teman-temanku masuk ke dalam, ada
Petra, Ariel, Zira dan Kayla. Nama bandku Glitter, kami ingin band kami seperi
glitter yag selalu berkerlap-kerlip, posisinya Petra sebagai Drummer, Ariel
sebagai Gitaris, Zira sebagai Bassist dan Kayla juga Vocalist tetapi tak
memainkan alat musik sepertiku.
“Mata kamu sembap Ra, kenapa? Kamu sedih ayo cerita sama
aku.” tanya Petra.
“Ehm, modus alert guys.” teriak anak-anak menggoda kami
seperti biasa.
“Kamu sakit, Ra?” tambah Petra lagi seolah tak perduli kata
yang lain. Menatap lurus mataku. Oh, my god matanya benar-benar membuatku tidak
bisa bernafas. Stop memandangku seperti itu. Stop.
“Enggak kok, I’m grand, thanks.”
“Ayoo, mulai one..two..three..” ucap Petra memulai, kami
memainkan lagu ‘You’re Really Perfect in My Eyes’ ini lagu kami diciptakan oleh
Petra, kata anak-anak lagu ini buatku dari Petra, lagu ini Mellow dan enak
sekali di dengar Petra pintar merangkai lirik lagu. Bruno Mars wannabe?
Usai latihan mereka pun pulang. Aku langsung masuk kamar makan malam dan
belajar.
Hari ini dalah hari minggu aku akan menjemput Kak Savitri di
Bandara Ngurah Rai, aku sangat bersemangat sudah hampir enam bulan aku tak
melihat wajah cantik Kak Savitri, Kak Savitri punya banyak penggemar lho!
Hampir semua cowok yang ada di kelasnya pernah menyatakan rasa suka kepadanya.
Hampir.
“Ayoo...cepat sayang!” seru papa.
“Iya, Pa, Just a minute,” aku memasuki mobil mewah
papa dan kata papa mobil ini khusus untukku. Papa menyalakan mesin dan kami langsung
meluncur melewati jalan-jalan Bali yang ramai akan turis.
“Ra, kamu telfon kakak, Ra. Tunggu dimana?” kata papa ketika
hendak sampai
“Okay, Pa.” aku mengeluarkan handphone dari kantung celanaku
dan segera menelfonnya. Hanya terdengahr nada sambung. Kemudian,“Kak, kakak
lagi dimana? Aku sudah di tempat penjemputan nih, Kak!”
“Oh, sayang sorry, Ra, kakak lagi makan di KFC nih, kamu
kesini saja yah, dari situ dekat kok, tinggal lurus dikanan ada 2 tempat makan,
kakak di KFC!”
“Well, aku kesana.” Aku memberitahu papa dan menuju kesana
akhirnya itu dia Kak Savitri mengenakan baju kemeja ungu-hitam dan rok hitam
dengan rambut segi rapi terurai, serta sepatu converse hitam.
“Makan, Pa, Ra,” katanya berbasa-basi
“Iya, kamu mau pesan apa?”
“Aku ice cream aja, Pa.”
“Gimana, Vit, kuliah kamu?”
“Alhamdulillah lancar, Pa, nilai IP-ku tertinggi loh, Pa
waktu semester kemarin.” jawab Kak Savitri sembari meneguk coca-colanya.
“Bagus kalau kayak gitu. Masih mau lanjut, kan? Ke semester
berapa? Mama gimana keadaannya, bisnisnya?” aku senang ternyata papa masih
perhatian sama mama.
“Iya dong, Pa. Lanjut ke semester 4, Pa. Alhamdulillah mama
baik, Pa. Bisnisnya juga lancar.”
“Oh he-eh, kamu punya pacar, Vit?” tanya papa
“Ahahaha papa apasih nanyanya, haha ada sih, Pa. Yang dekat
namanya Indra, Pa. Tapi cuma sebatas dekat kok, Pa.”
“Kakak, kenalin ke papa dong. Hahaha Indra. Bohong, Pa itu
bener pacarnya hahaha,” aku menggodanya.
“Enggak, Ra.” She’s blushing now.
“Jaga diri, yah, Sayang. Papa sayang sama kalian berdua, sayang
jangan pernah tinggalin papa”. kata papa tersenyum.
“Sama mama, Pa? Papa sayang?” tanyaku mengheningkan suasana.
“Pa, ayo, Pa!” ajak Kak Savitri seolah-olah mengalihkan
pertanyaanku dan sepertinya Kak Savitri mengerti yang papa rasakan, aku merasa
bersalah menanyakan hal itu pada papa. Tapi, aku ingin tahu apakah papa masih
sayang sama mama. Entahlah...
Selama Kak Savitri berada di Bali, aku merasa hari-hariku
lebih berarti dan lebih berharga, aku senang sekali jadi fotografer Kak Savitri
paling senang foto-foto di Bali. Kak Vitri juga curhat tentang mama, tentang
Kak Indra dan tentang kuliahnya, banyak sekali, dan ini akhir dari liburan Kak
Vitri di Bali, aku sama Kak Vitri pergi ke Pantai Kuta sambil melihat sunset
dan makan malam sembari menghabiskan masa liburanya di Bali. Sepulang dari Bali
aku dan Kak Vitri ke ruang Audio Kak vitri memainkan Keyboard dan aku Piano aku
menyanyikan lagu Tanpa Bintang dari Anang Hermansyah liriknya lagi-lagi
menggetarkan jiwa raga kami, kami menyanyi penuh perasaan dan sangat mendalam,
sangat mendalam..
Sepi ini takkan membunuh kita
Karna kita selalu bersama
Bersamanya kita harus bahagia
Melawan semua aral yang ada
Bersama
Aku dan kamu selalu bersama
Habiskan malam walau tanpa bintang
Aku dan kamu saling berpelukan
Membunuh malam hingga pagi menjelang
Berdua selamanya
Cinta aku seluas samudra
Sayang aku tak akan pudar
Cinta aku, aku dan kamu s’lamanya
Aku dan kamu selalu bersama
Habiskan malam walau tanpa bintang
Aku dan kamu saling berpelukan
Membunuh malam hingga pagi menjelang
Aku dan kamu selalu bersama
Habiskan malam walau tanpa bintang
Aku dan kamu saling berpelukan
Membunuh malam hingga pagi menjelang
Berdua selamanya selamanya...
Kami berpelukkan dan saling menangis, menangis karena segala
hal, aku berfikir hidupku sungguh tak enak, untuk bertemu orang yang melahirkan
aku rasanyapun sulit sekali seperti aku ingin bertemu ‘Mr. Barack Obama’. Aku
dan Kak Savitri segera tidur. Dan kami berjanji akan selalu bersama dan saling
berpelukkan selama tidur, seperti lagu tadi.
“Kak, kakak janji, yah, nanti kakak main lagi ke Bali”.
kataku sambil membantu Kak Savitri mengemaskan barang-barangnya. Kak Vitri
hanya tersenyum.
“Mama sudah jalan, Vit?” tanya papa.
“Sudah, Pa, tadi pukul setengah 7 pagi, mungkin setengah jam
lagi sampai di Bandara Ngurah Rai.”
“Yaudah, ayo kita bergegas.”
Aku segera menuju mobil, dan diikuti Kak Vitri. Sesampainya
di sana aku bertemu wanita separuh baya yang amat cantik dan aku langsung memeluknya
karena ku yakin itu mama dan ternyata benar itu mama, mama yang ku impikan
selama ini untuk bertemu, sepertinya ini akan menjadi hari terindah bagiku.
“Sayang, kamu sudah besar, Nak, cantik kamu, love you dear.”
Hanya itu yang kudengar dari mama, bayangkan, aku jarang sekali bertemu mama
dan sekalinya kau bertemu mama hanya sekitar 15 menit, Apaa? Apa? Apa mama
benar-benar tak sayang padaku, seandainya aku bisa menjawab kata-kata mama tadi
aku akan menjawab, “Ma, aku tak perlu ucapan indah, yang keluar dari mulut
mama, yang aku inginkan hanya kasih sayang seorang ibu yang tak ternilai
harganya.” batinku, dan otakku masih berbayang-bayang, tanpa sadar aku sudah
sampai di kamar, kini tak ada lagi Kak Savitri, tak ada lagi, benar-benar sepi.
Hidupku suram. Tak lama kemudian Mama menelfonku, aku senang aku berpikir
mungkin mama akan mengatakan sesuatu bahwa mama akan menginap disini atau
mungkin ah, entahlah, ku angkat telfon.
“Assalamu’alaikum, Ma, ada apa?” tanyaku senang
“Papa ada sayang?” ucap mama lirih
“Ada, Ma. Sebentar ya, Ma.” aku bertanya dalam hati ada apa ini
mengapa nada suara mama lirih. Aku menghampiri papa, aku memberi handphoneku ke
papa.
“Apa? Sekarang gimana? Belum ditemukan?”
tanya papa dengan nada suara kaget. Ada apa ini maksudnya belum ditemukan. Aku
bingung dan shock mendengarnya.
“Ada apa, Pa? Kenapa?” tanyaku cemas. Papa memelukku erat
dan menitikan air mata.
“Savitri.. Savitri... Pesawat yang ditumpangi Kak Savitri
tenggelam tapi, mama selamat dengan pelampung, Savitri belum ditemukan.”
“Hah? Apa? Papa jangan bercanda, Pa.” Aku menangis
sekencang-kencangnya. Aku menangis sejadi-jadinya, terisak sangat terisak.
Orang yang sangat aku sayang hilang. Fikiranku melayang-layang. Badanku
melemas/ semuanya menjadi gelap.
Rasanya baru tadi aku bertemu Kakak tersayangku, kami bernyanyi bersama, tidur
bersama, dan lagu itu? Mungkinkah itu lagu terakhir yang kunyanyikan bersama
Kak Savitri, apakah iya? Dan mengapa tadi saat mengemaskan barang-barang
saat ku tanya Kak Savitri kapan kapan main lagi ke sini dan Kak Vitri hanya
tersenyum, mungkinkah itu pertanda, itu kali terakhirnya dia ke Bali? Apa
iya? Aku depresi sekarang. Aku tak bisa menerima kenyataan. Hanya dia yang
menyayangiku dengan tulus hanya diaaaaaa. Mengapa dia rela meninggalkanku
mengapa? Aku benci kematian! Sangat benci! Aku ingin bertemu Kak Vitri
sekarang, seakarangggg! Aku berteriak di dalam pelukkan papa, dan aku tak tahu
siapa yang harus dipersalahkan? Dan apa ending dari ini semua?
Continued
to Part 2
5 comments:
cerpennya bagus...
di akhir ceritanya menyentuh hati bngt... :)
Bagus sekali wow ... kamu berbakat..."
thanks yah udah baca ceritaku :)
salsa bagus banget ceritanya sampe nangis gua hehe :D berbakat banget deh kamuu :)
Thankyou :)
Posting Komentar