Kamis, 07 April 2011

Aku dan Hidupku Part 1 (cerpen)

Posted by Salsabila Tantri Ayu at 22.50

Pada suatu hari kusempatkan bertanya pada sekelilingku, apakah aku? Dan akupun pernah bertanya pada diriku sendiri, apakah aku termasuk orang yang beruntung atau tidak? Pertanyaan itu sering kulontarkan dan belum mendapat jawaban yang pasti. Kalian mau tau kenapa aku bertanya seperti ini.

Jelas aku bertanya seperti ini. Yah ku akui banyak yang bilang aku cantik. Yah, iya aku akui aku merasa cantik. Aku syukuri itu. Lalu banyak yang bilang aku pintar, iya aku juga merasa aku pintar karena sudah terbukti tiap kenaikan kelas aku selalu juara kelas, lalu, juga banyak yang bilang aku kaya, that’s right! Tak bisa kupungkiri papaku adalah seorang bos sebuah perusahan besar di Bali, di tempat aku tinggal sekarang, tapi suatu pernyataan yang aku tak suka keluar dari mulut orang sekelilingku bahwa hidupku bahagia, setiap pernyataan yang keluar dari mulut orang-orang sekellingku aku selalu menjawabnya dengan senyum, tapi tidak untuk statement yang mengatakan bahwa hidup aku indah, itu salah besar hidupku tak seenak yang mereka bayangkan, karena apa? Karena aku adalah seorang remaja broken home, walaupun aku belum mengerti arti sesungguhnya dari broken home.

Kurasa mama dan papa tak lagi sayang kepadaku, hanya kakak semata wayangku yang sangat aku sayangi yaitu Kak Savitri yang sangat menyayangiku, tulus dari dalam hatinya. Walaupun Kak Savitri memilih tinggal  bersama mama di Jakarta karena Kak Savitri sedang menjalani kuliahnya di Jakarta tepatnya di Universitas Indonesia. Aku memilih tinggal bersama papa di Bali, setelah aku paham semua permasalahannya aku memilih papa sebagai pegangan hidupku. Aku merasa sangat kesepian sangat sangat kesepian, aku benci sama mama, aku benci, mama egois mama lebih memilih pekerjaan mama dibanding aku, papa, dan kakak..

Aku termasuk anak yang aktif di sekolah aku adalah ketua OSIS, aku punya sebuah band beraliran pop, aku sebagai vokalist dan keyboardist, aku sadar papa telah memfasilitasi hidupku mulai aku dileskan keyboard, piano, biola, sebagai penulis, dan banyak les-les lainnya. Dan papa cukup memanjakanku.

“Ra, kamu kenapa? Nanti jadi latihan nge-band kan?” tanya Zira aku beruntung punya sahabat sepertinya yang setia menemaniku, dan selalu mensupportku.
“Aku nggak apa-apa, kok. Iya nanti latihannya di rumahku saja yah, sepi dirumahku.”
“Baiklah,” sahutnya seraya pergi meninggalkan ku sendirian dibawah pohon yang rindang.
Dirumah, aku langsung ke ruang audio, rumahku dilengkapi ruang audio, karena papa tahu aku punya bakat di bidang musik. Dan aku memainkan piano, lagu aku tak mau sendiri dari Bunga Citra Lestari sembari bernyanyi, liriknya sangat menyentuh bagiku, dan aku mulai bernyanyi

Sejak ia pergi dari hidupku

Ku merasa sepi

Dia tinggalkan kusendiri disini

Tanpa suatu yang pasti

Aku tak tahu harus bagaimana

Aku merasa tiada berkawan

Selain dirimu

Selain cintamu

Kirim aku, malaikat-Mu (aku mulai berteriak, aku menghayati lagunya)

Biar jadi kawan hidupku

Dan tunjukkan jalan yang memang

Kau pilihkan untukku

Kirim aku malaikat-Mu

Karna ku sepi berada disini

Dan di dunia ini aku tak mau sendiri

 Tanpa terasa kuteteskan air mata ini

Yang tiada berhenti mengiringi

Kisah di hati,

Dan aku menitikan air mata dan kemudian deras. Aku tak mampu menekan tuts piano itu, aku tak kuasa, kurasakan derap langkah dari belakangku rupanya papa, papa memelukku dengan erat dan aku juga merengkuhnya aku tak bisa melepaskan pelukkan hangat dari papa aku menangis di bahu papa, hinga bajunya pun basah. Papa berkata “Dear, I always here beside you, and I will not leave you for forever, I love you uncoditionally. Althought mom not here but I’m here dear. Always, I promise.”

Hatiku terperangah mendengar kata-kata papa  aku memeluk erat papa dan aku langsung membalas “I love you too, dad. I just miss my mother, and my sister so badly, Dad” Papa mengusap air mataku yang berlinang deras dan mencoba memeberhentikan tangisanku. Aku yakin pasti papa mengerti perasaanku karena aku yakin papa merasakan hal yang sama.

“Permainan pianomu bagus sayang, bagus sekali, that’s amazing, sebenarnya papa kesini untuk memberitahu berita bagus untukmu, tapi papa mendengar permainan pianomu dan papa terpesona melihatnya.” puji papa menghelus pipiku.
“Berita bagus, berita bagus apa, Pa? Cepat ucapkan!” seruku.
“Kak Savitri akan berlibur ke Bali besok Sayang!”
“Mama?” tanyaku
“Mama sibuk sayang, sangat sibuk dan mungkin hanya akan menjemput Kak Savitri pulang nanti. Tapi, kamu tetap bisa bertemu mama sayang.”
“Well, I still happy.” Aku mengulas senyum.
Tak lama teman-temanku datang yang tadinya mau latihan bersamaku, “Non Laira ada teman-temannya di depan, Non!” kata Bik Narsya.
“Yasudah, Bi, suruh masuk saja. Aku tunggu di ruang audio.”
“Ra, papa keluar yah, Don’t be sad again dear, Tomorrow we’ll pick up Savitri at the airport.” 
“I’ll be fine.” kataku meyakinkan.

Tak lama papa keluar teman-temanku masuk ke dalam, ada Petra, Ariel, Zira dan Kayla. Nama bandku Glitter, kami ingin band kami seperi glitter yag selalu berkerlap-kerlip, posisinya Petra sebagai Drummer, Ariel sebagai Gitaris, Zira sebagai Bassist dan Kayla juga Vocalist tetapi tak memainkan alat musik sepertiku.

“Mata kamu sembap Ra, kenapa? Kamu sedih ayo cerita sama aku.” tanya Petra.
“Ehm, modus alert guys.” teriak anak-anak menggoda kami seperti biasa.
“Kamu sakit, Ra?” tambah Petra lagi seolah tak perduli kata yang lain. Menatap lurus mataku. Oh, my god matanya benar-benar membuatku tidak bisa bernafas. Stop memandangku seperti itu. Stop.
“Enggak kok, I’m grand, thanks.”
“Ayoo, mulai one..two..three..” ucap Petra memulai, kami memainkan lagu ‘You’re Really Perfect in My Eyes’ ini lagu kami diciptakan oleh Petra, kata anak-anak lagu ini buatku dari Petra, lagu ini Mellow dan enak sekali di dengar Petra pintar merangkai lirik lagu. Bruno Mars wannabe? Usai latihan mereka pun pulang. Aku langsung masuk kamar makan malam dan belajar.

Hari ini dalah hari minggu aku akan menjemput Kak Savitri di Bandara Ngurah Rai, aku sangat bersemangat sudah hampir enam bulan aku tak melihat wajah cantik Kak Savitri, Kak Savitri punya banyak penggemar lho! Hampir semua cowok yang ada di kelasnya pernah menyatakan rasa suka kepadanya. Hampir.

“Ayoo...cepat sayang!” seru papa.
“Iya, Pa, Just a minute,” aku memasuki mobil mewah papa dan kata papa mobil ini khusus untukku. Papa menyalakan mesin dan kami langsung meluncur melewati jalan-jalan Bali yang ramai akan turis.
“Ra, kamu telfon kakak, Ra. Tunggu dimana?” kata papa ketika hendak sampai
“Okay, Pa.” aku mengeluarkan handphone dari kantung celanaku dan segera menelfonnya. Hanya terdengahr nada sambung. Kemudian,“Kak, kakak lagi dimana? Aku sudah di tempat penjemputan nih, Kak!”
“Oh, sayang sorry, Ra, kakak lagi makan di KFC nih, kamu kesini saja yah, dari situ dekat kok, tinggal lurus dikanan ada 2 tempat makan, kakak di KFC!”
“Well, aku kesana.” Aku memberitahu papa dan menuju kesana akhirnya itu dia Kak Savitri mengenakan baju kemeja ungu-hitam dan rok hitam dengan rambut segi rapi terurai, serta sepatu converse hitam.
 “Makan, Pa, Ra,” katanya berbasa-basi
“Iya, kamu mau pesan apa?”
“Aku ice cream aja, Pa.”
“Gimana, Vit, kuliah kamu?”
“Alhamdulillah lancar, Pa, nilai IP-ku tertinggi loh, Pa waktu semester  kemarin.” jawab Kak Savitri sembari meneguk coca-colanya.
“Bagus kalau kayak gitu. Masih mau lanjut, kan? Ke semester berapa? Mama gimana keadaannya, bisnisnya?” aku senang ternyata papa masih perhatian sama mama.
“Iya dong, Pa. Lanjut ke semester 4, Pa. Alhamdulillah mama baik, Pa. Bisnisnya juga lancar.”
“Oh he-eh, kamu punya pacar, Vit?” tanya papa
“Ahahaha papa apasih nanyanya, haha ada sih, Pa. Yang dekat namanya Indra, Pa. Tapi cuma sebatas dekat kok, Pa.”
“Kakak, kenalin ke papa dong. Hahaha Indra. Bohong, Pa itu bener pacarnya hahaha,” aku menggodanya.
“Enggak, Ra.” She’s blushing now.
“Jaga diri, yah, Sayang. Papa sayang sama kalian berdua, sayang jangan pernah tinggalin papa”. kata papa tersenyum.
“Sama mama, Pa? Papa sayang?” tanyaku mengheningkan suasana.
“Pa, ayo, Pa!” ajak Kak Savitri seolah-olah mengalihkan pertanyaanku dan sepertinya Kak Savitri mengerti yang papa rasakan, aku merasa bersalah menanyakan hal itu pada papa. Tapi, aku ingin tahu apakah papa masih sayang sama mama. Entahlah...

Selama Kak Savitri berada di Bali, aku merasa hari-hariku lebih berarti dan lebih berharga, aku senang sekali jadi fotografer Kak Savitri paling senang foto-foto di Bali. Kak Vitri juga curhat tentang mama, tentang Kak Indra dan tentang kuliahnya, banyak sekali, dan ini akhir dari liburan Kak Vitri di Bali, aku sama Kak Vitri pergi ke Pantai Kuta sambil melihat sunset dan makan malam sembari menghabiskan masa liburanya di Bali. Sepulang dari Bali aku dan Kak Vitri ke ruang Audio Kak vitri memainkan Keyboard dan aku Piano aku menyanyikan lagu Tanpa Bintang dari Anang Hermansyah liriknya lagi-lagi menggetarkan jiwa raga kami, kami menyanyi penuh perasaan dan sangat mendalam, sangat mendalam..

Sepi ini takkan membunuh kita

Karna kita selalu bersama

Bersamanya kita harus bahagia

Melawan semua aral yang ada

Bersama

Aku dan kamu selalu bersama

Habiskan malam walau tanpa bintang

Aku dan kamu saling berpelukan

Membunuh malam hingga pagi menjelang

Berdua selamanya

Cinta aku seluas samudra

Sayang aku tak akan pudar

Cinta aku, aku dan kamu s’lamanya

Aku dan kamu selalu bersama

Habiskan malam walau tanpa bintang
 
Aku dan kamu saling berpelukan

Membunuh malam hingga pagi menjelang

Aku dan kamu selalu bersama

Habiskan malam walau tanpa bintang

Aku dan kamu saling berpelukan

Membunuh malam hingga pagi menjelang

Berdua selamanya selamanya...

Kami berpelukkan dan saling menangis, menangis karena segala hal, aku berfikir hidupku sungguh tak enak, untuk bertemu orang yang melahirkan aku rasanyapun sulit sekali seperti aku ingin bertemu ‘Mr. Barack Obama’. Aku dan Kak Savitri segera tidur. Dan kami berjanji akan selalu bersama dan saling berpelukkan selama tidur, seperti lagu tadi.
“Kak, kakak janji, yah, nanti kakak main lagi ke Bali”. kataku sambil membantu Kak Savitri mengemaskan barang-barangnya. Kak Vitri hanya tersenyum.
“Mama sudah jalan, Vit?” tanya papa.
“Sudah, Pa, tadi pukul setengah 7 pagi, mungkin setengah jam lagi sampai di Bandara Ngurah Rai.”
“Yaudah, ayo kita bergegas.”

Aku segera menuju mobil, dan diikuti Kak Vitri. Sesampainya di sana aku bertemu wanita separuh baya yang amat cantik dan aku langsung memeluknya karena ku yakin itu mama dan ternyata benar itu mama, mama yang ku impikan selama ini untuk bertemu, sepertinya ini akan menjadi hari terindah bagiku.

“Sayang, kamu sudah besar, Nak, cantik kamu, love you dear.” Hanya itu yang kudengar dari mama, bayangkan, aku jarang sekali bertemu mama dan sekalinya kau bertemu mama hanya sekitar 15 menit, Apaa? Apa? Apa mama benar-benar tak sayang padaku, seandainya aku bisa menjawab kata-kata mama tadi aku akan menjawab, “Ma, aku tak perlu ucapan indah, yang keluar dari mulut mama, yang aku inginkan hanya kasih sayang seorang ibu yang tak ternilai harganya.” batinku, dan otakku masih berbayang-bayang, tanpa sadar aku sudah sampai di kamar, kini tak ada lagi Kak Savitri, tak ada lagi, benar-benar sepi. Hidupku suram. Tak lama kemudian Mama menelfonku, aku senang aku berpikir mungkin mama akan mengatakan sesuatu bahwa mama akan menginap disini atau mungkin ah, entahlah, ku angkat telfon.
            “Assalamu’alaikum, Ma, ada apa?” tanyaku senang
            “Papa ada sayang?” ucap mama lirih
           “Ada, Ma. Sebentar ya, Ma.” aku bertanya dalam hati ada apa ini mengapa nada suara mama lirih. Aku menghampiri papa, aku memberi handphoneku ke papa.
           “Apa? Sekarang gimana? Belum ditemukan?” tanya papa dengan nada suara kaget. Ada apa ini maksudnya belum ditemukan. Aku bingung dan shock mendengarnya.
“Ada apa, Pa? Kenapa?” tanyaku cemas. Papa memelukku erat dan menitikan air mata.
“Savitri.. Savitri... Pesawat yang ditumpangi Kak Savitri tenggelam tapi, mama selamat dengan pelampung, Savitri belum ditemukan.”
          “Hah? Apa? Papa jangan bercanda, Pa.” Aku menangis sekencang-kencangnya. Aku menangis sejadi-jadinya, terisak sangat terisak. Orang yang sangat aku sayang hilang. Fikiranku melayang-layang. Badanku melemas/ semuanya menjadi gelap.
            
        Rasanya baru tadi aku bertemu Kakak tersayangku, kami bernyanyi bersama, tidur bersama, dan lagu itu? Mungkinkah itu lagu terakhir yang kunyanyikan bersama Kak Savitri, apakah iya?  Dan mengapa tadi saat mengemaskan barang-barang saat ku tanya Kak Savitri kapan kapan main lagi ke sini dan Kak Vitri hanya tersenyum, mungkinkah itu pertanda, itu  kali terakhirnya dia ke Bali? Apa iya? Aku depresi sekarang. Aku tak bisa menerima kenyataan. Hanya dia yang menyayangiku dengan tulus hanya diaaaaaa. Mengapa dia rela meninggalkanku mengapa? Aku benci kematian! Sangat benci! Aku ingin bertemu Kak Vitri sekarang, seakarangggg! Aku berteriak di dalam pelukkan papa, dan aku tak tahu siapa yang harus dipersalahkan? Dan apa ending dari ini semua?

Continued to Part 2



5 comments:

SKey mengatakan...

cerpennya bagus...
di akhir ceritanya menyentuh hati bngt... :)

aRNie mengatakan...

Bagus sekali wow ... kamu berbakat..."

Salsabila Tantri Ayu mengatakan...

thanks yah udah baca ceritaku :)

Anonim mengatakan...

salsa bagus banget ceritanya sampe nangis gua hehe :D berbakat banget deh kamuu :)

Salsabila Tantri Ayu mengatakan...

Thankyou :)

Posting Komentar

 

Salsa's blog Template by Ipietoon Blogger Template | Gadget Review