Sabtu, 29 Oktober 2011

Cinta Sang Penyandang Cacat Kepada Sang Ibu.

Posted by Salsabila Tantri Ayu at 05.38


Kemarin hari, jum’at tepat hari sumpah pemuda, tanggal 28 Oktober 2011. Sehabis saya pulang dari rumah sahabat saya, saya menaiki sebuah angkot yang bertuliskan ‘Regency’ yang biasa saya naiki sehari-hari. Siang itu saya pulang agak telat dari biasnya seitar puku 03.00 siang karena ada kegiatan yaitu mebuat mading kelas.
Saya masuk ke dalam sebuah angkot, dan duduk dengan nyaman. Sembari menunggu angkot berjalan saya mengotak-atik handphone saya. Usai puas mengotak-atik saya letakan handphone di dalam tas. Tak lama ada seorang bapak-bapak yang menurut pandangan saya berumur 40-an ke atas, berjalan dengan pincang, ia mempunyai dua kaki. Tetapi ia tidak dapat berjalan sempurna, mungkin kedua kakinya tidak dapat menopang tubuhnya dengan sempurna, sampai-sampai bila melihat ia berjalan, serasa melihat orang normal yang sedang berjalan lalu hampir jatuh namun kembali berjalan.
Ia berjalan mendekati angkot yang saya tumpangi, lalu ia berbicara kepada supir angkot, “Saya bisa sampai di Serpong enggak, Pak? Naik angkot ini?” katanya sang bapak tadi.
            “Oh, bisa, Pak. Emang bapak mau kemana?”
            “Ke Gunung Kapur. Tapi, Pak saya cuma punya uang 3000 rupiah. Bisa, Pak?”
            “Bisa, Pak. Bisa.” Untungnya sang supir berbaik hati. Sang bapak tadi masuk ke dalam angkot dengan susah payah. Sehingga membutuhkan pertolongan. Ia mengangkat kaki kananya terlebih dahulu lalu diikuti ia mengangkat kaki kirinya, saya berkata dalam hati, “Betapa beruntungnya aku Ya Allah, dengan mudah bisa naik ke dalam angkot ini. Tidak seperti bapak itu.”
            “Maaf ya, Bu. makasih, Bu.” kata sang bapak kepada seorang Ibu yang menolongnya masuk ke dalam. Sampai di dalam, sang bapak bercerita kepada seorang bapak lainnya dan seorang ibu yang tadi menolongnya, kurang lebih isinya seperti ini. “Saya dari jam 5 pagi, muter-muter ke daerah sini, sampai sekarang. Gak nyampe-nyampe juga, saya mau ke gunung kapur, tadi saya ditelfon Ibu saya muntah darah, dan udah sakit-sakitan. Saya ya sebagai anak, mau secacat apapun saya, ya kalau orang tua sakit ya harus di jenguk, biar dengan uang seadanya juga. Namanya anak ya, Pak. Yah, Bu” katanya sembari bertanya. Bapak dan ibu tadi mengangguk.
            “Bapak, gapunya saudara, Pak?”
            “Ya, sodara-sodara saya gak ada yang mau bantuin saya. Saya yah ikhlas aja, ini cacat udah sejak lahir emang begini, saya terima aja.  Biarin saya mau kemana juga  yang penting saya bisa ketemu ibu saya. Biar sakit juga.” Sumpah saya menyimak perkataan sang bapak, hati saya tersentuh, saya saja yang biasanya disuruh mama ke warung, kadang suka mengelak, tapi bapak itu? Berjalan dengan pincang  dari jam lima pagi menyusuri jalanan panjang, demi ibunya, dan mencari abang tungkang angkot yang rela dibayar tiga ribu sampai sekarang? Dan akhirnya ada juga yang mau, Ya sekarang pukul TIGA SORE. Waktu yang lama. Saya mengorek isi tas, saya berharap saya ada sisa uang jajan yang lebih. Alhamdulillah ada, tapi, saya malu memberinya.
            Sedangkan bapak itu terus bercerita tentang ibunya dan tentang dirinya, banyak hal yang bisa saya ambil dari cerita bapak tadi, ternyata tiga ribu rupiah bagi bapak itu adalah sangat sangat sangat berharga. Bapak itu terus bercerita, saya semakin tersentuh. Saya ingin sekali memberi uang ini. Tapi, saya malu. Dan entah darimana saya mendapat ide, untuk menaruh uang itu di atas rok saya yang hitam panjang itu, dan ketika saya turun saya akan menjatuhkannya, yah mungkin itu bisa terjadi, entah karena saya korban sinetron atau karena ini memang perintah Allah.
            Gang rumah saya semakin dekat, saya bersiap, saya berdo’a, “Ya Allah semoga ini berhasil.” Dan alhasil saya berhasil menjatuhkan uang itu, saya keluar angkot lalu saya membayar. Bapak itu berkata, “Dek, uangnya jatuh.”
            “Udah ambil buat bapak aja.”
            “Makasih, yaa, Dek.”
            “Iya, Pak sama-sama.”
Kisah nyata itu terjadi tepat di depan mata saya saat itu, saya kira berjalan menyusuri jalan hanya dengan uang beberapa rupiah hanya sebuah cerita belaka. Ternyata bukan, itu kisah nyata, makasih bapak, bapak telah membuat saya lebih bersyukur atas apa yang saya dapat. Semoga ibu bapak cepat sembuh.

0 comments:

Posting Komentar

 

Salsa's blog Template by Ipietoon Blogger Template | Gadget Review