Sebelumnya baca yang belum baca part 1 dan dua-nya dibaca dulu ya biar nyambung, ini linknya http://teenactive-salsabila.blogspot.com/2011/04/kesepian-cerpen.html dan ini http://teenactive-salsabila.blogspot.com/2011/12/aku-dan-hidupku-part-2-cerpen.html
Angin, sampaikan rasa
sayangku dan rasa rinduku padanya. Beritahu dia aku selalu sayang dengannya.
Sekarang
aku tinggal di Bali bersama mama dan papa. Papa yang membujuk mama agar tinggal
bersamaku, dengan alasan untuk menghiburku selepas kepergian kakak tercintaku.
Tapi, mama hanya 1 bulan tinggal bersamaku, sungguh mengenaskan.
Semenjak
kepergian kakakku aku jadi sangat pendiam dan selalu termenung, aku merasa mama
bukan mamaku, aku tidak tahu mengapa mama perhatiannya tidak seperti mama-mama
lainnya.
“Rara
tungguuuuuuuuuuu!” sergah Petra.
“Gimana
Kak Vitri udah membaik?”
“Kak
Vitriiiii.. eh Kak Vitri meninggal,” hari ini aku kembali bersekolah.
“Ya
Allah, inalillahi wainna ilaihi rajiuun, turut berduka cita ya, kenapa kamu gak
kabarin aku, Ra? Siapa tahu aku bisa menyusul ke Jakarta,”
“Aku
yakin kamu gak bisa,” sergahnya pelan.
“Oh,
iya, Ra kemarin kakak sepupu aku ngeliat kamu di Kuta ya? Katanya kamu bilang,
kamu gak tahu rumah aku? Kemarin pas aku ketemu kamu itu, aku habis beli
spagethi buat dia, Ra,” jelas Petra
“Ya
ampun, maaf ya, Tra. Aku gak tahu kalau itu kakak sepupu kamu,”
“Tapi,
kenapa kamu bilang gak tahu, Ra?”
“Waktu
kakak sepupu kamu itu, hari itu juga Kak Savitri kecelakaan dan aku harus
buru-buru, Tra. Maaf ya,”
“It’s okay, Ra.”
“Eh,
iya. Aku pulang duluan ya?”
“Aku
antar, plis!” Petra memohon.
“Hmm,
no problem,” sahutku.
Sampai
di halaman rumah,
“Thanks,
Tra,” gumamku.
“Ya,
kalau misalnya kamu kesepian aku bisa nemenin kamu ya, Ra,”
“Thanks for your takecare, aku masuk ya?”
“Oh
ya, Bye,” Petra tersenyum simpul.
“Bye,”
ketika baru memasuki rumah aku mendengar keributan, samar-samar terdengar ada
kata ‘sudah saatnya’ dan ‘anggap saja dia benar anak kandung’ di kalimat kedua
yang aku dengar barusan. Air mata ku meleleh aku menghampiri kedua orangtuaku.
“Ma,
Pa,”
“Sayang,
kamu udah pulang? Kok lebih awal?” Papa berbasa-basi.
“Pa,
Ma, apa benar aku bukan anak kandung kalian?” air mataku menderas, aku rasa
hidupku sangat penuh dengan airmata, dan masalah yang datang bertubi-tubi.
“Bu
bu bukan sayang, kami tidak sedang membicarakan kamu,” kilah Papa.
“Mama
sama Papa sekarang jawab jujur!” nada suaraku meninggi, ku lihat mama
sepertinya emosi.
“Iya!
Kamu bukan anak kandung Mama,” kalimatnya penuh dengan penekanan dan suara
tinggi. Duniaku hancur, berkeping. Dari mulai kenyataan di tinggal kakak sampai
mereka berdua ternyata bukan orangtuaku. Kalian bayangkan, bila seandainya
suatu saat, jika kalian sudah besar mama dan papa kalian bilang seperti itu,
apa yang kalian rasakan? Aku belum pernah merasakan helaian dari orangtua
kandungku, kecupan manis dari orangtua kandungku, dekapan hangat orangtuaku.
Aku sangat lelah dengan hidupku.
Tak lama tamparan cukup keras mendarat di pipi mama, entah
karena apa papa menampar mama.
“Kalian jahat!” teriakku. Aku berlari menuju ruang audio.
Seperti biasa, aku menumpahkan segala amarah, kesedihan-ku di ruang itu, no day no sing. Aku menyanyikan sebuah
lagu dan piano.
Lelahmu jadi lelahku juga
Bahagiamu bahagiaku juga
Berbagi takdir kita selalu
Kecuali tiap kau jatuh hati
Bahagiamu bahagiaku juga
Berbagi takdir kita selalu
Kecuali tiap kau jatuh hati
Kali ini hampir habis dayaku
Membuktikan padamu ada cinta yang nyata
Setia hadir setiap hari
Tak tega biarkan kau sendiri
Membuktikan padamu ada cinta yang nyata
Setia hadir setiap hari
Tak tega biarkan kau sendiri
Meski seringkali kau malah asyik sendiri
Karena kau tak lihat terkadang malaikat
Tak bersayap tak cemerlang tak rupawan
Namun kasih ini silakan kau adu
Malaikat juga tahu siapa yang jadi juaranya
Karena kau tak lihat terkadang malaikat
Tak bersayap tak cemerlang tak rupawan
Namun kasih ini silakan kau adu
Malaikat juga tahu siapa yang jadi juaranya
Hampamu tak kan hilang
semalam
Oleh pacar impian
Tetapi kesempatan untukku yang mungkin tak sempurna
Tapi siap untuk diuji
Kupercaya diri
Cintaku lah yang sejati
Oleh pacar impian
Tetapi kesempatan untukku yang mungkin tak sempurna
Tapi siap untuk diuji
Kupercaya diri
Cintaku lah yang sejati
Namun tak kau lihat terkadang malaikat
Tak bersayap tak cemerlang tak rupawan
Namun kasih ini silakan kau adu
Malaikat juga tahu siapa yang jadi juaranya
Tak bersayap tak cemerlang tak rupawan
Namun kasih ini silakan kau adu
Malaikat juga tahu siapa yang jadi juaranya
Kau selalu meminta terus
kutemani
Engkau selalu bercanda andai wajahku diganti
Relakan ku pergi
Karna tak sanggup sendiri
Engkau selalu bercanda andai wajahku diganti
Relakan ku pergi
Karna tak sanggup sendiri
Namun tak kau lihat terkadang malaikat
Tak bersayap tak cemerlang tak rupawan
Namun kasih ini silakan kau adu
Malaikat juga tahu aku kan jadi juaranya
Tak bersayap tak cemerlang tak rupawan
Namun kasih ini silakan kau adu
Malaikat juga tahu aku kan jadi juaranya
(Malaikat juga tahu ~ Dewi
Lestari)
Mama,
kapankah kau hadir dalam hidupku, pertanyaan yang takkan pernah terjawab sampai
kapanpun. Kusadari ternyata broken home lebih baik daripada tidak punya
orangtua.
Di sudut kamar ini
Aku merenung dan terus
merenung
Dengan tatapan lelah, dan
mata yang sayu
Aku ini anak siapa?
Pandanganku
beralih ke cermin
Kupaksa
tubuhku bangkit dan menghampiri
Mataku
memandang refleksi tubuh yang memantul
Aku
ini anak siapa?
Ingin kubenturkan kepala ini
Biar lupa segala masalah
Aku ini anak siapa?
Sungguh, aku lelah
Aku
ini anak siapa?
Sangat
menganggu jiwaku
Oh,
Tuhan Yang Kuasa
Berikanlah
aku jalan,
Jangan
biarkan aku menderita
Kalau ada orang bertanya
Siapa ayahmu? Siapa ibumu?
Ku hanya bisa menggeleng
Tak tahu harus menjawab siapa
Jangan
sampai ini berlanjut
Aku
tak kunjung tahu jawabnya
Hingga
selalu sendirian dalam hidup
Dan menjadi jadi anak yang
kesepian
Yang
mana ayah?
Yang
mana ibu?
Mengapa
aku ditinggal?
Mengapa
aku tidak tahu?
Jeritan histeris tak mampu
membantu
Orangtuaku di mana, aku di
mana
Oh, aku ini anak siapa?
Misteri tetap jadi misteri.
Aku
yang tersisih dari hangatnya kasih sayang keluarga. Sakit aku rasakan, pedih
aku nyatakan. Sejuta lagu sendu mengiringi langkah perjalanan hidupku. Indah
dalam sanubari terkikis harapan yang semakin semu. Hamparan langit membentang
di angkasa. Akupun sendiri dalam heningku. Ketenanganmu terusik oleh semunya
harapku. Ayah, ibumu seakan semuanya hanya sebatas palsu. Mereka yang tak
mengerti apa inginku. Memanjakanku dengan harta dunianya. Kikis sudah harapan,
batinku terkekang. Mencoba meraih, peluk tak dirasa rintihpun mendera. Mencari
makna, dingin aku dapatkan. Hampa dalam harap, asa tanpa makna. (karya
Agni~dengan beberapa editan)
Akupun
terlelap dalam tangisan. Keesokan paginya aku sekolah seperti biasa, aku
menceritakan semuanya pada Zira, akupun menangis dalam dekapnya, aku butuh
‘Shoulder to Cry on’ dia adalah orang yang tepat.
“Kamu
gak mau tau siapa orang tua kandung kamu? kamu udah nanya?”
“Belum,
aku takut,”
“Aku
mau nemenin kamu,” sahutnya.
Dan
hari itupun aku memutuskan untuk bertanya langsung kepada Mama aku takut mama
masih emosi, aku takut!
“Mama,”
Zira mengikutiku dari belakang, tapi mama tidak tahu kehadiran Zira.
“Rara,
maafkan mama. Mama tahu mama salah,” pinta mama.
“Rara
udah memaafkan mama, Ma, Rara boleh nanya?”
“Boleh
sayang,”
“Siapa
orangtua Rara, Ma? Tolong ceritain semuanya ke Rara,”
“Orangtua
kamu adalah sahabat terbaik mama sayang, namanya Laira sama sepertimu dan
Bastian, saat melahirkanmu, mama dan Laira serta Bastian sangat akrab, kedua
orangtuamu adalah yatim piatu, pada saat itu, saat kamu berumur 5 bulan di
kandungan, Bastian kecelakaan. Kondisinya sangat buruk, dan Laira depresi
berat, sehingga dia mempunyai penyakit yang berbahaya, resikonya adalah dia
meninggal atau kamu yang meninggal. Tapi dia, memilih kamu untuk merasakan
indahnya dunia, dan merelakan dirinya pergi bersama Bastian ketika Laira
melahirkan, mama dan papa menjenguknya, dan Laira menitipkan kamu untuk mama.
Dan kalimat itu yang terlontar untuk terakhir kalinya, Savitri juga tahu tentag
ini,”
“Aku
harus berterimakasih denganmu, mama juga papa, telah ikhlas merawat Rara, Rara
beruntung, Rara gak dibuang di jalanan,”
“Mama
sudah berjanji pada Laira, untuk merawatmu, tapi mama melanggarnya, mama justru
bercerai dengan papa, dan meninggalkan rumah, mama bersalah, Ra. Maafkan mama,”
“Mamaaaa,”
aku memeluknya. Mama juga sebaliknya, “Makasih, mama sudah mau cerita, selama
ini Rara benci mama, seandainya mama dan papa gak merawat Rara, pasti Rara
sudah hidup sebatang kara,”
“Iya,
sayang,”
“Aku
bersyukur, Ma, antarkan aku ke makam, Mama dan Papaku, Ma,”
“Nanti
sore kita akan kesana,” perkataan Mama diiringi tetesan air mata. Akupun
tersenyum padanya, aku cukup merasa lega, hubunganku dengan Mama cukup membaik,
tapi untuk Mama dan Papa kandungku, maafkan aku, aku tidak pernah mendo’akan
kalian di alam sana. Aku tertidur, tak terasa langit sedikit lebih sejuk, aku
terbangun melirik jam di handphone-ku pukul 03.00 aku segera bangun, mandi dan
berhadapan dnegan yang kuasa, ku limpahkan segala perasaanku. Aku keluar mama,
telah ada mama dan papa yang telah siap mengantarku. Sampai di pemakaman,
tertera nama yang persis dengan namaku, Laira Salma dan Papa-ku Rio Bastian.
Aku berlutut, menggenggam sebuah bingkisan bunga, untuk mereka.
“Mama,
Papa, maaf selama ini Rara gak kenal kalian, dan gak pernah berziarah, Rara
ingin Mama dan Papa hidup, berkumpul bersama,”
“Ma,
Pa, sekarang Rara gak kesepian ada Mama dan Papa Rara yang kedua, Rara juga
punya kakak yang baik hati, Ma, Pa. Namanya Kak Savitri, Mama sama Papa harus
bilang makasih sama Kak Vitri dia yang udah ngejagain Rara juga, sekarang
mungkin kalian bertiga berkumpul disana, Rara juga bertiga disini,” selesai aku
mebaca do’a dan bercerita kepada dua malaikat, Mama dan Papa juga meminta maaf.
Lalu aku, Mama dan Papa menuju makam Kak Vitri yang letaknya tidak berjauhan,
tapi berbeda lokasi. Setelahnya aku pulang, aku menghampiri Mama.
“Mama,
Rara mau ngomong,”
“Ngomong
apa?”
“Ma,
Rara mau mama sama papa bersatu lagi, Rara mau Mama tinggal selamanya bareng
Rara, Rara kangen disaat bisa ketawa bareng sama Mama, curhat bareng sama Mama,
belajar bareng Mama, ketika Rara dulu makan disuapin Mama, ketika Mama ngajarin
Rara hal-hal tentang kehidupan, ketika Mama nganterin Rara sekolah, ketika Mama
yang ngambil rapot Rara, ketika Rara diomelin Mama dan Rara ngunci pintu kamar,
saat Rara cerita tentang temen-temen Rara, ketika Mama yang nyiapin sarapan
Rara, saat Mama yang memakaikan Rara sepatu dan seragam saat dulu kecil, ketika
Mama menyuruh Rara buat belajar, saat Rara ngadu ke mama kalau ada temen Rara
yang jail. Saat mama yang masakin makanan Rara, kita nonton TV bareng, Rara
kangen, Ma, kangen ketika Mama sering marahin Rara dulu, segalanya, Ma. Saat
Rara pulang sekolah dan ada Mama di rumah, yang nanyain keadaan Rara, yang
meriksain ulangan Rara, Saat Rara nangis dalam pelukan Mama. Rara udah gak
dapet itu semua dari Mama, dan Rara mau Mama bersatu lagi sama Papa, supaya
Rara bisa dapetin itu lagi, Ma.” mama memelukku lalu berderaian air mata.
“That all isn’t as easy as you
imagine,” kilah Mama.
“Think about it all anymore, Mom!
Please, for me.” tambahku.
“I'll think about it anymore.”
Kami tersenyum.
Sekarang
sudah hampir 1 minggu dari hari bersatunya Mama dan Papa, aku sangat bahagia,
sangat, sangat, sangat bahagia! Thanks’ God. Sekarang aku, Mama dan
Papa sedang berlibur ke Singapore, kita mengunjungi tempat-tempat menarik,
seperti Marina Bay, Esplanade, Patung Merlion, Fountain of Wealth. Aku sengaja
membawa kamera milik Kak Vitri dan mendokumentasikan itu semua, sekarang aku
merasa sangat beruntung. Tapi ketika aku, Mama, dan Papa sedang berada di
Universal Studio, sudah hampir 5 jam kami berkeliling singapura. Tiba-tiba mama
pingsan, mama segera dilarikan ke rumah sakit yang dekat dengan pusat kota
Singapore, bernama ‘Singapore General Hospital’. Setelah diperiksa aku
baru tau kalau Mama ternyata punya penyakit ginjal yang sangat parah, dan butuh
pendonoran ginjal untuknya. Papa, segera mencari info tempat-tempat pendonoran
ginjal. Stoknya habis semua, mungkin hanya perdagangan gelap yang menjualnya.
Tapi,
Papa tak mau, aku masuk ke dalam ruangan dokter yang merawat Mama,”Doc, please take my
kidney to my mother. I’m
willing, Doc. Plis! I beg,” tuturku memohon
“Are you
sure? Donor kidneys can cause death.”
“But, how if nothing is donates a kidney for
my mother?”
“Your mother will die, because kidney disease is
very severe..” mendengar kata mati dadaku sesak sekali.
“If so, quickly grab my kidney. Fast!”
“Will not.” Aku mengambil
sebuah peralatan tajam di meja peralatan doketr tersebut.
“Now it's up. You want to or not. I'll still
die. choose where? I died in vain or I die because help my mother?” kataku
sembari mengarahkan benda tajam itu ke bagian tubuhku.
“Please don’t! yes I will
obey your word.”
“Thanks,”
Sekarang
aku yang terbaring lemah di Rumah Sakit, aku habis mendonorkan ginjal kepada
Mama keduaku. Sungguh aku tak mau kehilangan orang yang aku sayangi untuk
keempat kalinya. Bersyukurlah aku sekarang aku bisa sadar, setelah Papa dan
Mama tahu, Mama dan Papa justru memarahi dokter yang mengambil ginjalku, namun
aku menjelaskan semuanya.
Sekarang
aku, Mama dan Papa sudah berada di Bandara Internasional Changi Singapura.
Kami menuju Bandara Soekarno-Hatta terlebih dahulu untuk membereskan pekerjaan
Mama di Jakarta, lalu kami terbang ke Ngurah Rai kembali.
Kondisiku
semakin lama semakin memburuk, badanku semakin lemas. Dan ternyata tanggal
kematianku adalah 28-01-2012. Aku melihat dari alam sana, kedua orangtuaku
menangisi kepergainku seperti mereka menangisi kepergian Kak Savitri. Mama
menyesali semua perbuatannya pada masa lampau terhadapku, begitupun Papa, tapi
sekarang aku bahagia, aku berkumpul bersama Papa, Mama kandungku di akhirat dan
Kak Vitri disini. Ma, Pa, aku menuggu Mama dan Papa disini, makasih semuanya,
aku bahagia sekarang.
Tamat~
Maaf
yah kalo ada salah kata, gue males ngoreksi, ngebet pengen dipostingJ mwhahah, commentnya
dongsJ
6 comments:
oh , akhirnya mati ya ? gua kira akhirnya hidup bahagia ama petra
Alif Shaun The Sheep : berarti endingnya tak terduga kan? haha:p
Hmmff, sedihhhh, huhuhu.. T.T
Truz Petra gimana tuh? Hehehe.
Visit back, please! ^.^
@Rastine : Petranya ya uat aku:D hehe. okey;)
ceritamu baguuss :D agak ngga nyangka endingnya kayak gituu hehehe
Btw, kalau ngga keberatan, mampir blog aku dong :)
http://callmemilii.blogspot.com/2012/04/bouilabasse.html
cerpen jugaa :D
Thanks :D
Posting Komentar