“Fen, menurut lo, kemarin itu
termasuk hari yang special gak?” gumam Raissa dengan wajah ceria.
“Hmm, kemarin? Enggak biasa aja, gak ada apa-apa. Emang
menurut lu kemarin itu special?”
“Ada dong, kemarin tanggal duapuluh satu januari dua ribu
sebelas, itu special buat gue, Fen.”
jelas Raissa, yang segera melanjutkan kata-katanya,”Farel nembak gue,” pekik
Raissa dengan suara yang cukup keras dan mengundang orang-orang sekitar untuk
meliriknya. Dan dia kembali menatap orang-orang itu dengan tatapan datar.
“Terusssss, lo terima?” sela Fena antusias, dengan tatapan
heran, dengan membalikkan badan membuatnya berhadapan dengan Raissa.
“Gue ceritain di perpus aja, gimana?” Raissa mengangkat
alisnya.
“Eh, lo gila ya, gak tau kalau perpus itu tempat buat apa,
kalau lu ngomong semuanya bisa denger satu ruangan. Nanti bisa-bisa kita di
tendang sama penjaga perpus yang super killer!” cerocos Fena.
“Gak usah pake kata gila,”
“Kalau lu gak gila, gak usah marah dong!”
“Arrghh!”
“Iya, iya maaf. Udah ayo mau kemana? Mau ke kantin?”
“Enggaaak, rame, banyak kakak kelas, di deket lapangan
basket aja yuk, di koridor,” Raissa bergegas menarik tangan Fena, dan
mengajaknya berlari.
“Hhhh, capek,”
“Mau tau gak ceritanya?” tanyanya dingin.
“He-eh,”
“Iya, gue terima,” jawabnya singkat.
“Are you serious? Are
you not lie to me?”
“Serius,” balasnya singkat dengan pandangan ke arah
lapangan basket. Dilihatnya, sekumpulan anak basket yang cool dan kece,
termasuk Farel di dalamnya.
“Lo cuma jawab sesingkat itu? Lo gak tau ya, jawaban lu itu
gak sebanding sama lari-larian kaya anak kecil tadi!”
“Lo mau gue ceritain
semua?”
“Iya,”
*****
Tanggal 21
November 2011, handphone milik Raissa berdering melantunkan lagu, Secrets yang dinyanyikan oleh Maddi Jane, I need another story, Something
to get off my chest, My life gets kinda boring, Need something that I can
confess
Till all my sleeves are stained red. Diambilnya handphone yang tadinya tergeletak di kasur, lalu melihatnya, ternyata ada sebuah panggilan masuk, ia segera mengangkatnya.
Till all my sleeves are stained red. Diambilnya handphone yang tadinya tergeletak di kasur, lalu melihatnya, ternyata ada sebuah panggilan masuk, ia segera mengangkatnya.
“Sa?”
“Eh, iya kenapa, Rel?”
“Lo ada acara gak nanti malam?”
“Ada, Rel,”
“Yah, sayang banget dong. Acara apa?”
“Makan bareng di luar sama Fena,”
“Yah, itu acara gak penting, lu batalin aja, okey? Nanti
malam gue mau jemput lo di rumah lo, lo tunggu gue di rumah ya, See you! Oh, ya
jangan lupa dandan yang cantik ya,” Farel menutup telefonnya.
“See you!” entah mengapa Raissa sulit untuk menolak ajakan
Farel, akhirnya ia menerima tawaran itu, “Dandan yang cantik? Dia mau ngajak
gue kemana? Kok gue jadi senyum-seyum sendiri dan deg-degan kaya gini,”
pikirnya dalam hati. Raissa merenung sebentar untuk memutuskan acara apa yang
akan ia hadiri nanti malam. “Apa gue harus ngebatalin acara makan sama Fena ya?
Yaudah deh, gue batalin aja, kalau sama Fena kan bisa lain waktu, kalau sama
Farel? Jarang-jarang bisa makan bareng anak eksis di sekolah,” batinnya.
Berselang beberapa menit, dia sudah selesai menyakinkan
sahabatnya itu. Dia beralasan bahwa dirinya harus menemani kakak dan mamanya ke
mall untuk membeli baju, untuk acara ulang tahun kakaknya, satu minggu lagi.
Padahal acaranya ulang tahun kakaknya sudah lewat bulan mei kemarin. Soalnya,
kalau sampai Raissa beralasan ingin pergi dengan Farel, Raissa pasti akan
diserbu oleh Fena menggunakan pertanyaan-pertanyaannya, yang Raissa sendiri
bingun menjawabnya.
Usai memberi kabar kepada sahabatnya, Raissa bergegas
memilih pakaian yang cocok untuk dikenakan malam nanti. Raissa bingung antara
pakai dress atau yang lainnya, soalnya tadi si Farel gak bilang mau makan, dia
hanya bilang, Raissa harus tampil cantik.,”Ah, gue harus nanya siapa? Masa mau
nanya Fena,” tekannya dalam hati, akhirnya Raissa memilih dress yang sangat
simple berwarna ungu yang soft, dengan panjang selutut.. Tiba-tiba kakaknya
datang ke kamar.
“Lo lagi ngapain si, Sa? Hayo mau kemana? Mau dinner sama
pacar?” goda Kak Salma, kakak Raissa.
“Apaan sih, Kak. Aku gak punya pacar jugaaaa,” nadanya
meninggi.
“Ah masa? Lo mau pake baju yang mana, Sa?”
“Yang ini,” jawabnya dengan ragu.
“Emang mau ngapain?”
“Gak tau,”
“Gimana si?” lalu Raissa mencoba menjelaskan maksudnya.
“Gimana? Cocok kan buat di pake di acara yang belom kita
ketahui?” Kak Salma hanya membalasnya dengan senyuman dan anggukan.
“Oh, iya, Sa. Nanti gue sama mama mau pergi, gue tadinya
mau bilang itu, tapi, berhubung lo juga pergi, yah gak apa-apa sih,”
“Tandinya Kak Salma mau ngajak aku, Kak?”
“Yaps,”
“Maaf, ya gak ikut,”
“Iya, sayaang, yaudah jangan lupa cari sepatu, sama make-up
ya,”
“Taudeh yang sering diajakin dinner,”
“Ish, dibilanginnya juga,”
“Iya, kakakku, cium nih, jangan cemberut dong,”
“Yaudah, ya byeeee!” seru Kak Salma, gadis cantik, berusia
18 tahun yang sedang berkuliah di Universitas Indonesia semester dua, jurusan
sastra. Meninggalkan kamar Raissa.
Raissa menyiapkan dirinya, dia bergegas mandi dan memandang
wajahnya d cermin, selesai mengenakan gaun, Raissa menata rambutnya yang
berponi depan itu. Rambutnya dibiarkan terurai. Setelah siap, Raissa turun ke
bawah, ternyata mama dan kakaknya sudah pergi. Dia menunggu Farel datang. Bel
rumah-pun berbunyi, Raissa segera keluar.
“Udah siap?”
“Eh? He-eh,” Raissa menaiki mobil Farel itu. Suasana di
mobil hening, dan pada saat bersamaan, mereka menoleh dan serempak mengucapkan
kata yang tidak jelas karena berbarengan.
“Lo dulu aja,” Farel mengalah.
“Kita mau kemana?”
“Ke sebuah tempat,”
“Ih, iya gue tau kita mau ke sebuah tempat, tapi kemana,
Rel?”
“Ke tempat dinner, Sa,” Farel tersenyum memandang Raissa,
namun Raissa mengalihkan pandangannya ke jalan raya di depannya.
“Heh? Emang ada acara apa? Lo ulang tahun kok tiba-tiba
ngajakin gue makan?” jantung Raissa berdegup cepat.
“Tapi, emang kenapa kalau gue ngajak lo? Gue maunya lo, gak
kenapa-napa kan, Sa?” jawaban dari Farel membuatnya salting.
“Eh, enggak, enggak apa-apa ko,” Raissa mencoba tersenyum
menyembunyikan degupan jantungnya.
“Yaudah kalau kaya gitu, lo gak usah bingung kita mau
kemana,” sela Farel seolah dia bisa membaca pikiran Raissa saat itu.
“Iya, oh, iya tadi lo mau ngomong apa?”
“Gak jadi,”
“Jangan bikin gue penasaran, Rel,”
“Gue lupa,” tutur Farel singkat.
Tak
lama mereka berdua sampai disebuah restaurant outdoor, tempatnya sangat bagus.
“Mau
pesan apa, Sa?”
“Lo
dulu aja, Rel,”
“Hemm,
gue ini aja deh,” terang Farel menunjuk salah satu makanan favoritenya.
“Gue
juga deh,” lanjut Raissa.
“Sa?”
“Haa?
Kenapa?”
“Lihat
ke atas deh, lo hitung sampai sepuluh,”
“What for?”
“Jangan
banyak tanya,” 10 detik menuju pukul 20.11.
“Okey,”
Raissa menatap ke atas. Dan, kembang api bertuliskan “You know? I like you. Will you be my
girlfriend?” tepat pada pukul 20:11, tanggal 20-11-2011. It’s so sweet.
“Ini
semua, gue lakuin buat lo,” Farel menatapnya penuh harap.
“Ha?
Kembang api ini harganya berapa, kan sayang uang dibakar,” sela Raissa. “Ini
anak kenapa ya? Dikasih surprise malah kaya begini,” gumam Farel dalam hati.
“Tenang,
Sa. Gue gak bayar ko, sekarang jawab kembang api tadi,”
“Hemm,
gimana ya?”
“Please...” matanya tersirat penuh
harapan.
“Yes, i want,” matanya berbinar,
jantungnya berdebar. Farel mencoba meraih tangan Raissa namun, pelayan telah
datang. Akhirnya dia mengurungkan niatnya dengan penuh kesalah-tingkahan.
Makanannya udah datang, tapi mereka berdua malah diam penuh misteri, sampai
Farel mempersilahkan Raissa makan, barulah Raissa makan.
“Hmm,
gue, eh aku seneng banget hari ini, bisa jadi orang yang special buat kamu,”
Farel membuka percakapan dengan gugup.
“Thanks,
aku juga,” balsnya singkat dengan senyum termanisnya. Usai mereka semua makan,
Farel mengajak Raissa pergi ke toko buku, ke mall, ke tempat alat musik, dan
Farel memberikan Raissa sebuah gitar yang harga lumayan mahal. Lalu Farel
mengantarkan Raissa pulang ke rumahnya.
*****
“Tapi,
Sa?”
“Kenapa?”
“Sejak
kapan lo suka sama Farel? Gue gak pernah denger kata Farel dari mulut lo? Lo gak
pernah cerita? Bukannya lo Cuma suka sama Rio, lo dan Rio sama-sama suka, atau
jangan-jangan lo jadiin Farel sebagai pelarian lu, akibat hubungan lo sama Rio Cuma
sebatas suka sama suka? Ko bisa tiba-tiba lo jadian sama Farel?”
“Pertama,
kalau nanya itu one by one, kedua, dia bukan pelarian,” Raissa menghela nafas.”Gue
suka sama Rio dan gue suka sama Farel.”
“What?”
“Kenapa
emangnya? Tapi, jangan bilang ini ke Rio,”
“Lo
salah, Sa. Lo gak boleh gitu, Rio tambah sakit kalau dia tahunya nanti, bukan
sekarang, mending kasih tau sekarang.”
“Kenapa
salah? Gue jadian sama orang yang gue suka dan suka sama gue, gue gak mau Rio
tau,”
“Sejak
kapan lo suka sama Farel? Lo egois, Sa.”
“Gue
juga gak tau, sejak kapankah,”
“Ha? Jangan
bilang lo ngemodusin Farel?”
“Please,
Fen. Gue enggak ngemodusin Farel, udah lo tenang aja gue pasti bisa lupain Rio,”
“Lo
gak mikir perasaan Rio, Sa?”
“Hmm,
kenapa si, Fen itu hak gue buat jadian sama siapa-siapa lo gak berhak ngatur
gue, gue tau mana yang terbaik buat diri gue, gue tau gue sahabat lo, tapi
bukan berarti lo yang nentuin hidup gue,”
“Terserah
lah, lo egois, kalau gue jadi lo gue gak akan tega neglakuin hal itu ke Rio,
Rio itu tulus sama lo, tapi lu tega ngelakuin itu, bahkan Rio gak boleh tau
tentang hal ini,” Fena bangkit dari tempat duduknya, dan pergi ke kelas, dia
berfikir tentang perasaan Rio, seakan merasakan kepedihan yang dirasakan Rio,
karena Fena sempat suka kepada Rio, tapi, karena Fena tau selama ini, Rio suka
sama Raissa dan Raissa suka sama Rio. Tapi Rio malu untuk menembak Raissa
secara langsung. Fena mengalah. Alhasil, sekarang Raissa berkhianat. Fena
bingung harus berbuat apa, Raissa sahabatnya begitupun Rio, Fena bingung,
haruskah Rio mengetahui kebenaran, atau menjaga rahasia Raissa.
Continued
to part 2J happy reading\m/
0 comments:
Posting Komentar